Serangan Parasit Darah Ancam Ternak Sapi
Pemerintahan, Utama 00.23
Kebiasaan peternak di Kabupaten Kuningan yang melepas ternak sapinya
di kebun atau tanah kehutanan berbulan-bulan tanpa dikandangkan,
tampaknya sudah berjalan puluhan tahun bahkan sudah menjadi budaya yang
turun menurun. Setiap ternak, diganteli kalung berupa kolotok pada
lehernya, sebagai tanda si pemilik sekaligus untuk memudahkan pencarian
saat di hutan, karena apabila sapi bergerak (jalan) kolotok yang terbuat
dari kayu akan bunyi.
Para pemilik ternak, hanya datang ke tempat dimana ternak sapinya
dilepas untuk memastikan hewan piaraannya ada dan sehat. Jika sudah
cukup umur dan layak jual, maka sapi miliknya itu baru dibawa ke
perkampungan dan dijual ke pasar ternak. “Pola beternak seperti ini
memang meringankan para peternak, tetapi sangat rentan terhadap serangan
penyakit seperti parasit darah yang bisa mematikan,” tutur Kepala Dinas
Pertanian Peternakan dan Perikanan Kab. Kuningan, Hj. Triastami, yang
disampaikan Kepala Bidang Peternakan, Ir.Tatang Rustandi, Selasa (25/9).
Berdasarkan data yang diperoleh, serangan penyakit parasit darah yang
ditakutkan para ternak sapi, terjadi pada Januari yang lalu dan
sedikitnya terdapat 10 ekor sapi milik beberapa petani di Desa Sukasari
Kec. Karangkancana mati mendadak. Atas kejadian yang mengejutkan
peternak itu, pemilik sapi antara lain Taslim, Makidi, Warja dan
kawan-kawan kaget dibuatnya karena baru kali pertama sapi peliharaannya
mati secara tiba-tiba.
Mereka kemudian bergegas melaporkan kejadian tersebut ke aparat desa
setempat dan petugas Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan) Kuningan,
datang ke lokasi tersebut untuk segera melakukan penanganan agar
serangan penyakit tidak meluas dan menular ke hewan lainnya. Hal itu
dikhawatirkan penyakit tersebut berjangkit ke sapi lainnya, karena di
Desa Sukasari terdapat sekitar 800 ekor sapi potong tersebar di
bukit-bukit.
Disebutkan Tatang, ia dan jajarannya selain secara periodik
memberikan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahayanya penyakit parasit
darah bagi ternak sapi, juga secara bertahap melakukan program IB
(Inseminasi Buatan) atau kawin suntik sehingga sapi betina harus
dipelihara di kandang tidak lagi di lepas bebas di hutan.
Ternak sapi yang dipelihara di kandang, kata Tatang yang didampingi
petugas kesehatan hewan drh.Rofiq, setidaknya akan mempermudah melakukan
pemeriksaan sekaligus pengobatan jika terserang penyakit. “Sapi yang
dipelihara bebeas di hutan, sangat sulit mencarinya apalagi menangkapnya
sehingga diperlukan cukup waktu dan kesabaran. Ketika ada sapi yang
terserang parasit darah, baru bisa diperika dan diobati pada malam hari
karena sapi-sapai itu umumnya diam,” ujar, Rofiq.
Populasi ternak yang ada di Kabupaten Kuningan, setiap tahunnya
menunjukkan peningkatan antara 10-15%. Jumlah populasi sapi saat ini
tercatat 27.000 ekor, kerbau 7.000 ekor, domba 128.000 ekor, kambing
10.000 ekor dan sapi perah sekitar 6.000 ekor. “Jadi untuk persediaan
hewan kurban tahun 1433 H ini, Kuningan dinilai cukup,” ujar
Tatang.(A-164/A-147)***
Sumber : pikiran-rakyat.com
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
Dikirim oleh Unknown
pada 00.23.
dan Dikategorikan pada
Pemerintahan,
Utama
.
Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas