Ciremai Riwayatmu Dulu dan Kini (Bag III-Selesai)
Pariwisata 00.20DI sekitar hutan Gunung Ciremai, terutama di bagian punggung atau bukit arah utara dan Barat (Majalengka), dengan bagian muka arah Timur (Kuningan) yang tampak bersih, ternyata dihuni mahluk haluspara leluhur petilasan dan pengikutnya.
Di alam ghaib mereka terus memantau dan menjaga Ciremai dari pengunjung yang ceroboh, gegabah, tidak beretika, serampangan.
“Itu bisa dijadikan pegangan, karena Saya sudah lama menjelajahi Ciremai. Merasakan ada hawa makhluk halus, meskipun tidak seratus persen percaya, namun sudah banyak buktinya. Contohnya, para pendaki yang ceroboh dan tidak mendengarkan petuah, banyak yang tersesat.
Sedangkan bagi wanita, jangan coba-coba mendaki ketika menstruasi, karena pasti akan kerasukan jin,”. Maman Aruman, anggota SAR PPGC Linggarjati
Masih soal etika, ternyata makhluk halus tidak suka terhadap manusia yang asal bicara, sesumbar dan marah, jika si pendaki memasuki kawasan Cibunar (camping ground) tidak mengucakan salam. Karena Cibunar yang merupakan pintu gerbang petilasan Buyut Imah, konon ia yang bernama asli Siti Khotimah tersebut tidak rela jika manusia memasuki petilasannya tersebut tiidak mengucapkan salam.
Kejadian tersebut tidak hanya menimpa kepada satu atau dua orang pengunjung saja, menurut Aruman, setiap pekan dengan jumlah pengunjung sekitar 100 orang, pasti ada saja yang sakit karena kemasukan makhluk halus. Tidak hanyna Buyut Imah, konon, di setiap titik (ada 11 titik) dihuni para roh leluhur.
Selain Nyi Mas Ratu Kunti, penguasa Sanggabuana, Ciremai dahulu kala pernah dijajaki dan merupakan tempat seminarnya para Wali Songo. Ketika penyebaran Islam mulai datang ke daerah Jawa Barat, para Wali Songo sempat linggih (duduk/singgah) di kawasan Linggajati.
Mereka tidak sendiri menapaki pegunungan tersebut, dari Wali Songo pertama hingga ke-sembilan selalu dipandu seorang ahli yang bernama Raja Soleman. Ia dengan gigihnya selalu mendampingi para wali dan mensejajarkannya dengan cara masuk ke dalam Kawah Ciremai. Puluhan Orang Menjadi Korban
Sebagai manusia, kita percaya, umur ada di tangan Allah SWT. Termasuk puluhan orang dari pelosok negeri ini telah menghembuskan nafas di kawasan Gunung Ciremai. Dari tahun 1973 hingga tahun 2009, lebih dari 50 pendaki telah tewas di kawah gunung.
Seperti korban pendakian menimpa Julpi Noval dan Zaenal Arifin, dua siswa asal Ponpes Husnul Khotimah meninggal. Ke-dua korban berhasil dievakuasi satu bulan sejak laporan dari kedua orangtua korban. Belum lagi korban asal Jatibarang sebanyak enam orang dan Karawang tercatat sebanyak sembilan pendaki yang berhasil mencapai puncak namun harus terbentur di kawah Ciremai, hingga tewas.
Dari sekian korban, ada dua pendaki yang menghilang hingga 13 hari 13 malam dan disembunyikan makhluk halus. Sri dan Yansen, siswi SMU Tanjung Priok Jakarta berhasil memasuki alam lain pada tahun 1986. Mereka tersesat di Cadasngampar ketika perjalanan mendaki bersama rombongan. Ketika ditemukan, menurut Aruman, dalam keadaan selamat dan sehat, walaupun hanya berbekal sepotong roti dan tanpa air.
Menurut cerita, ketika kehilangan jejak, kedua remaja itu tiba-tiba berada di hutan yang banyak penduduk seperti layaknya disebuah pedesaan. Untungnya suasana itu menjadi buyar ketika ada suara tim SAR memanggil. Ke-dua pelajar langsung menyahut dan sadar selama beberapa hari itu. Sejak itu, setiap ada pendatang yang mendaki, Aruman selalu mengingatkan untuk berhati-hati dan beretika…’Memang apa susahnya Kita beretika?’.
Wallahu’alam
Di alam ghaib mereka terus memantau dan menjaga Ciremai dari pengunjung yang ceroboh, gegabah, tidak beretika, serampangan.
“Itu bisa dijadikan pegangan, karena Saya sudah lama menjelajahi Ciremai. Merasakan ada hawa makhluk halus, meskipun tidak seratus persen percaya, namun sudah banyak buktinya. Contohnya, para pendaki yang ceroboh dan tidak mendengarkan petuah, banyak yang tersesat.
Sedangkan bagi wanita, jangan coba-coba mendaki ketika menstruasi, karena pasti akan kerasukan jin,”. Maman Aruman, anggota SAR PPGC Linggarjati
Masih soal etika, ternyata makhluk halus tidak suka terhadap manusia yang asal bicara, sesumbar dan marah, jika si pendaki memasuki kawasan Cibunar (camping ground) tidak mengucakan salam. Karena Cibunar yang merupakan pintu gerbang petilasan Buyut Imah, konon ia yang bernama asli Siti Khotimah tersebut tidak rela jika manusia memasuki petilasannya tersebut tiidak mengucapkan salam.
Kejadian tersebut tidak hanya menimpa kepada satu atau dua orang pengunjung saja, menurut Aruman, setiap pekan dengan jumlah pengunjung sekitar 100 orang, pasti ada saja yang sakit karena kemasukan makhluk halus. Tidak hanyna Buyut Imah, konon, di setiap titik (ada 11 titik) dihuni para roh leluhur.
Selain Nyi Mas Ratu Kunti, penguasa Sanggabuana, Ciremai dahulu kala pernah dijajaki dan merupakan tempat seminarnya para Wali Songo. Ketika penyebaran Islam mulai datang ke daerah Jawa Barat, para Wali Songo sempat linggih (duduk/singgah) di kawasan Linggajati.
Mereka tidak sendiri menapaki pegunungan tersebut, dari Wali Songo pertama hingga ke-sembilan selalu dipandu seorang ahli yang bernama Raja Soleman. Ia dengan gigihnya selalu mendampingi para wali dan mensejajarkannya dengan cara masuk ke dalam Kawah Ciremai. Puluhan Orang Menjadi Korban
Sebagai manusia, kita percaya, umur ada di tangan Allah SWT. Termasuk puluhan orang dari pelosok negeri ini telah menghembuskan nafas di kawasan Gunung Ciremai. Dari tahun 1973 hingga tahun 2009, lebih dari 50 pendaki telah tewas di kawah gunung.
Seperti korban pendakian menimpa Julpi Noval dan Zaenal Arifin, dua siswa asal Ponpes Husnul Khotimah meninggal. Ke-dua korban berhasil dievakuasi satu bulan sejak laporan dari kedua orangtua korban. Belum lagi korban asal Jatibarang sebanyak enam orang dan Karawang tercatat sebanyak sembilan pendaki yang berhasil mencapai puncak namun harus terbentur di kawah Ciremai, hingga tewas.
Dari sekian korban, ada dua pendaki yang menghilang hingga 13 hari 13 malam dan disembunyikan makhluk halus. Sri dan Yansen, siswi SMU Tanjung Priok Jakarta berhasil memasuki alam lain pada tahun 1986. Mereka tersesat di Cadasngampar ketika perjalanan mendaki bersama rombongan. Ketika ditemukan, menurut Aruman, dalam keadaan selamat dan sehat, walaupun hanya berbekal sepotong roti dan tanpa air.
Menurut cerita, ketika kehilangan jejak, kedua remaja itu tiba-tiba berada di hutan yang banyak penduduk seperti layaknya disebuah pedesaan. Untungnya suasana itu menjadi buyar ketika ada suara tim SAR memanggil. Ke-dua pelajar langsung menyahut dan sadar selama beberapa hari itu. Sejak itu, setiap ada pendatang yang mendaki, Aruman selalu mengingatkan untuk berhati-hati dan beretika…’Memang apa susahnya Kita beretika?’.
Wallahu’alam
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
Dikirim oleh johan uhan
pada 00.20.
dan Dikategorikan pada
Pariwisata
.
Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas