Gunung Ciremai, Riwayatmu Dulu dan Kini
Pariwisata 13.48
Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat yang terletak di Kabupaten Kuningan, sejak dulu hingga abad sekarang, sering diinjak penduduk dari berbagai pelosok nusantara maupun mancanegara, baik kawula muda, pencinta alam maupun pengamat gunung.
Tidak sedikit mereka mengambil inspirasi dari Ciremai dan mejadikannya sebuah karya. Ada salah seorang pengamat gunung, K. Kusumadinata menyebutnya dengan isitilah Tjereme, Ciremai dan Cerme.
Karena keelokannya itulah, ia merasa patut memberikan nama lain dalam tulisannya. Itu baru satu pengamat dari sekian banyak pengamat yang tergiur keindahan Ciremai. Masih banyak peneliti yang mengabadikan Ciremai dalam literatur, buku karya maupun menghistoriskannya dalam sebuah legenda (Karnaen/1970, Hamidi/1972, Neuman Van Padang/1937, Stehn dan puluhan penulis lainnya.
Karena keelokannya itulah, ia merasa patut memberikan nama lain dalam tulisannya. Itu baru satu pengamat dari sekian banyak pengamat yang tergiur keindahan Ciremai. Masih banyak peneliti yang mengabadikan Ciremai dalam literatur, buku karya maupun menghistoriskannya dalam sebuah legenda (Karnaen/1970, Hamidi/1972, Neuman Van Padang/1937, Stehn dan puluhan penulis lainnya.
Sangatlah patut mereka menelusuri Ciremai. Kenapa tidak, dari 129 gunung api aktif di Indonesia, Gunung Ciremai bertipe Strato adalah salah satu gunung yang berdiri sendiri (mandiri/soliter) dengan bentuk gunung api kerucut.
Kemandiriannya itu, ia melahirkan segala kekayaan alam yang bermanfaat bagi penduduk sekitar Kuningan maupun luar daerah. ditambah adanya hembusan fumarol dengan sumber air panas (Stadia Aktifitas Gunungapi Tipe C), ia mampu memberikan pengobatan bagi manusia yang menderita penyakit kulit.
Tidak sedikit, pemeran bisnis di sekitar lereng mengintip wahana komersial yang bersumber dari sang air panas itu. Dengan sasaran para wisatawan, tak pelak hembusan fumarol mampu menyulap menjadi aset bagi pemerintah.
Lihat saja, saat menginjakan kaki ke gerbang wisata di sekitar Sangkanhurip dan Desa Panawuan Cigandamekar, dijumpai sederetan penginapan, motel sampai hotel berbintang dengan menyodorkan fasilitas air panas dari lembah alami gunung.
Tidak cuma hotel, sejumlah pemandian mampu meraup income bagi pemiliknya, karena adanya kolam renang yang berair panas. Sehingga banyak masyarakat yang tergiur rumor dengan keajaiban air panas penyembuh penyakit kulit tersebut.
Letusan Terakhir Tahun 1938
Sebagai manusia yang memiliki pemikiran cerdas dan selalu mengeluarkan ide untuk menyedot kekayaan gunung, juga panorama yang disanjung sebagai pemikat ternyata datang pula masa layunya.
Seperti musibah tahun 1938, Ciremai dengan ketinggian 3.078 mdpl, P.321 (menurut Neuman Van Padang), tidak mampu lagi menahan suhu panas magma dan mengeluarkan lava. Kawah Barat, Kawah Timur dan Guhawalet memuncratkan lava yang selama itu diendapkan dalam perut Ciremai.
Ia marah dan awan panas melelehkan lumpur dan lava ke seluruh penduduk sekitar. Siapa yang bisa menolak, beberapa rumah, ratusan bahkan ribuan penduduk di wilayah Cilimus, Bukit Gegerbeas, Paniis, Jalaksana, Palutungan, sebagian wilayah Majalengka, Cirebon dan sekitarnya menjadi korban letusan Ciremai.
Sebuah musibah besar, layaknya musibah Gunung Merapi, Tambora, Krakatau, Galunggung, Agung, Gamalama, Kelud dan Papandayan. Semua orang di seluruh pelosok nusantara pun menjadi terharu.
Beberapa media cetak dan elektronik ikut mengekspose. Masyarakat awam, yang ketika itu (1938) masih belum canggih, ikut mengabarkan musibah itu dari mulut ke mulut.
Ditengah kepanikan yang mulai mereda dan awan panas kembali dingin. Rempah lepas jatuhan/tefra yang muncrat hingga ratusan kilometer memberikan dampak positif, khususnya bagi petani. Sawah ladang mereka menjadi subur, senyum renyah tersungging di bibir melihat hasil panennya yang melimpah. Itu dulu..
Sekarang, tanah pertanian mulai tercemar, para petani kembali menjerit, dan entah kapan musibah letusan itu akan melanda kembali. Meskipun secara kasat mata belum tampak tanda-tanda letusan, namun yang pasti, banyak pengamat dan pemerhati selalu memokuskan perhatiannya kepada Ciremai yang usianya sudah semakin tua. Menginjak hitungan ke 76 tahun, ketika proses merehabilitasi diri sendirinya menurun, kondisi Ciremai kini seperti manusia lanjut usia, kurang stabil……-Bersambung-
Sumber : Kuningan Media
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
Dikirim oleh Bang Apooh
pada 13.48.
dan Dikategorikan pada
Pariwisata
.
Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas